Tahun ke tahun kebutuhan bahan baku kayu nasional semakin meningkat. Data Dirjen Perkebunan tahun 2010 menunjukkan, bahwa kebutuhan kayu nasional mencapai 43 juta m3. Tapi kebijakan soft landing Kementerian Kehutanan membatasinya, sehingga negeri ini di tahun 201 0 hanya diberi jatah tebangan sebesar 9,1 juta m3. Deforestasi hutan alam yang semakin tinggi penyebab munculnya kebijakan ini. Jelas, terdapat marjin antara supply dan demand sebesar 33,9 juta m3. Semakin jelas pula, diperlukan alternatif pengganti kayu hutan untuk di ekspor.
Kementrian kehutanan merilis, laju deforestasi Indonesia dalam kurun waktu 2005 – 2010 mencapai 1,175 juta ha per tahun. “Kayu karet bisa menjawab gap itu. Apalagi dengan diluncurkan program Hutan Tanaman Industri (HTI). Sekarang, tanaman karet memiliki prospek yang baik,” kata Cicilia Nancy, Peneliti Sosial Ekonomi di Balai Penelitian Sembawa. Nancy menambahkan lagi bahwa sebagai tanaman perkebunan, nilai ekonomis tanaman karet tak hanya terletak pada kemampuannya menghasilkan lateks, tetapi juga kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku perabot rumah tangga.
“Peningkatan permintaan kayu karet karena membaiknya perekonomian dunia, pertambahan penduduk, dan terbatasnya ketersediaan kayu hutan alam seperti kayu meranti putih, ramin, dan Agathis yang dilarang untuk di ekspor dalam bentuk kayu gergajian,” ungkap Nancy. Produk kayu yang berwarna khas putih kekuningan seperti kayu ramin ini banyak dikonsumsi negara-negara seperti Singapura, Jepang, China, Taiwan, dan Amerika Latin dalam bentuk furniture, papan partikel, parquet flooring, moulding, laminating, dan pulp. Perkembangan teknologi pengolahan kayu saat ini menjadikan pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri tidak lagi hanya terbatas untuk kayu pertukangan, tetapi kayu-kayu yang berukuran lebih kecilpun dapat diproses di pabrik Medium Density Fiber (MDF) menjadi bubur kayu untuk kemudian menghasilkan produk akhir dalam bentuk particle board, fibre board, pulp, dan kertas. Seluruh bagian kayu termasuk cabang dan ranting sudah dapat dimanfaatkan.
Kayu karet diharapkan dapat digunakan lebih luas sebagai substisusi kayu alam. Potensi kayu karet untuk diolah menjadi bahan baku industri cukup besar. Jika mengacu kepada statistik karet, diketahui bahwa luas perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2009 seluas 3,4 juta hektar. Sebesar 85 persen atau 3 juta hektar adalah kebun karet rakyat. Dengan demikian perkebunan rakyat menjadi tumpuan pengembangan kayu karet. Potensi kayu karet diperkirakan lebih kurang 8,5 juta m3 per tahun, didasarkan atas luas areal perkebunan karet yang ada. Diasumsikan perkebunan karet setiap tahun meremajakan 5-10 persen dari arealnya. Harap diingat ada 400 ribu ha perkebunan rakyat dalam kondisi tua, rusak, dan tidak produktif, yang saat ini membutuhkan peremajaan. Persoalannya, belum ada sumber dana untuk meremajakannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar